Tiga Pelajaran Penting dari Nabi Ibrahim

Muhammadiyah

IMEDIACYBER | Ibadah haji dan kurban sarat dan erat kaitannya dengan syariat Nabi Ibrahim. Sang Khalilullah yang dikenal sebagai Bapak Monoteisme dalam sejarah, pejuang tauhid yang otentik, dari yang awalnya menduga bintang sebagai “tuhan”, lalu bulan, kemudian matahari, hingga akhirnya berucap dengan penuh yakin bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Jannatul Husna dalam khutbahnya di Masjid Al Furqon Nitikan, Yogyakarta pada Sabtu (09/07) menerangkan tentang tiga pelajaran penting dari Nabi Ibrahim, di antaranya:

Pertama, kecintaan kepada Allah melebihi segalanya. Betapa besar cinta Nabi Ibrahim kepada puteranya Ismail. Setelah berpuluh tahun menunggu dan berharap sambil berdoa, akhirnya Allah mengaruniai seorang anak, setelah batang usianya menginjak masa tua. Justru, anak tercinta yang baru saja didambakan kehadirannya harus “dikorbankan”.

“Dapat dibayangkan betapa besarnya konflik batin, kegalauan yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan keluarga. Tetapi mereka menyadari dengan sepenuh jiwa bahwa cinta kepada Allah harus mengatasi segalanya,” ucap Jannatul Husna.

Apa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Ismail menunjukkan kesadaran maksimal, bahwa cinta kepada Allah lebih utama dari cinta kepada apapun dan siapapun, termasuk jiwa-raganya sendiri. Ini semua dapat terjadi apabila fondasi akidah umat dan pemimpin Islamnya kokoh tidak tergoyahkan. Kedua, pentingnya keikhlasan dalam hidup.

Dalam rentetan ayat tentang pergulatan batin Ibrahim dan Ismail tadi, Allah akhiri firman-Nya itu dengan kalimat: Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Lalu kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Al-Shafat: 106-107).

Karenanya, kurban dan pengorbanan yang dikehendaki harus berlandaskan niat ikhlas kepada Allah. Ketiga, keberhasilan pendidikan dalam keluarga. Ismail bukan saja berbakti kepada orang tua, bahkan dia mempunyai kualitas iman yang kokoh. Manifestasi iman kokoh inilah yang melahirkan ibadah, kepatuhan dan akhlak yang baik. Betapa hebat jiwa yang dimiliki oleh sang anak atas didikan orang tua yang bijaksana.

Hanya orang tua hebat yang dapat melahirkan anak dengan kualitias jiwa yang hebat pula. Ucapannya lembut, penuh takzim, sikapnya sabar, tawakal serta dapat menghibur ayahnya di tengah kebimbangan luar biasa.

“Menapak tilas jalan yang sudah ditempuh oleh Nabi Ibrahim dalam konteks mendidik keluarga adalah mungkin—walaupun tidak sesempurna mereka—asalkan punya niat, keinginan, dan terus belajar dengan baik,” ucap Jannatul Husna.

[Muhammadiyah/ary]

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *