IMEDIACYBER | Mengenai zikir bersama (berjama’ah) dengan mengeraskan suara, apalagi disiarkan oleh TV, hal itu menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama.
Sebagian ulama memakruhkan bahkan mengharamkan zikir yang cara pelaksanaannya seperti itu. Alasannya, berlawanan dengan isi firman Allah SWT dalam surat al-A’raf ayat 205 dan Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Musa ra, serta tidak pernah dilakukan Rasulullah saw, di samping juga mengganggu konsentrasi orang yang sedang salat misalnya.
Dalam surat al-A’raf ayat 205, Allah SWT berfirman: Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS al-A’raf (7): 205].
Di dalam Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Musa ra, Rasulullah saw bersabda: ”Hai manusia, kecilkan suaramu, sebab kamu tidak menyeru kepada orang yang tuli da jauh, melainkan kamu menyeru kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia bersamamu.” [HR Muslim].
Dalam sebuah hadis lain yang sudah begitu terkenal diterangkan bahwa di antara orang yang mendapat naungan Allah dari terik panas matahari di hari kiamat ialah orang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sunyi sepi sehingga mengalir air matanya.
Imam asy-Syafi’i dalam kitab al-Um juz I halaman 150 menyatakan yang artinya: “Saya mengutamakan para imam dan makmum berzikir sesudah salat dengan suara pelan, kecuali apabila imam menghendaki supaya zikirnya itu dipelajari makmum. Di kala yang demikian itu barulah zikir dikeraskannya. Tetapi setelah dirasakan bahwa makmum telah mengetahui (hafal), maka kembali lagi zikir itu dibaca pelan”.
Adapun alasan yang dipergunakan Imam asy-Syafi’i, yaitu surat al-Isra’ ayat 110: Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al-asmaaul-husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. [QS al-Isra’ (17): 110].
Sementara itu ada sebagian ulama yang membolehkan zikir berjamaah dengan suara keras, berargumentasi dengan beberapa hadis yang sebenarnya bersifat umum tidak menerangkan tentang kaifiatnya dibaca keras.
Menurut Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, cara terbaik bagi kita adalah kembali kepada praktik yang dilakukan Nabi saw dan ulama salaf, yaitu secara pelan-pelan dan dilakukan sendiri-sendiri. Hal ini karena doa itu adalah ibadah, maka jangan dimasukkan rekayasa pikiran dan model-model yang tidak ada tuntunan kaifiyatnya. Wallahu a’lam.
[Muhammadiyah/ary]